Riset Nafas: Masih Banyak yang Salah Kaprah Terkait Kualitas Udara

Polusi udara. Foto dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA – Literasi dan edukasi mengenai polusi udara merupakan hal yang penting untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik.

Hal ini menyusul hasil penelitian dari Nafas, startup penyedia aplikasi pengukur kualitas udara, menunjukkan kualitas udara di area hijau, yang banyak tumbuh pepohonan, ternyata tidak selalu bersih atau bebas dari polusi udara. “Kami sangat senang dengan riset yang dilakukan Nafas.

Hasil riset ini menunjukkan bahwa masih banyak salah kaprah dari masyarakat terkait kualitas udara beserta mitos-mitos yang selama ini sering kita dengar,” ujar Community Manager Bicara Udara Novita Natalia, dalam Webinar bertajuk ‘Nafas Air Quality Report 2021’, pada Rabu (2/3)

Sebagai informasi, Nafas memasang sensor pengukur kualitas udara di tiga lokasi, yakni Bumi Serpong Damai (BSD), Cibinong dan Sentul City. Ketiga daerah di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang (Jabodetabek) tersebut merupakan area yang dikelilingi oleh daerah hijau. Namun, ternyata indeks kualitas udara (AQI) di wilayah tersebut cukup tinggi di atas 100.

Angka AQI di atas 100 menunjukkan kualitas udara relatif tidak sehat bagi kelompok usia tertentu. Novita menambahkan, banyak orang yang tinggal di wilayah Jabodetabek merasakan dampak langsung dari polusi udara tersebut.

Meski begitu, literasi tentang polusi udara masih sangat rendah, padahal kualitas udara yang bersih mempengaruhi kualitas hidup manusia.

“Hal ini sekaligus jadi indikasi betapa pentingnya meningkatkan pengetahuan dan edukasi masyarakat agar upaya bersama untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik.

Untuk itu, kami mengajak seluruh elemen masyarakat, komunitas, dan pemerintah, untuk dapat bersama-sama peduli terhadap dampak polusi udara bagi kita,” imbuhnya.

Co-founder & Chief Growth Officer Nafas Piotr Jakubowski menyampaikan, hasil riset Nafas menunjukkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), selama pandemi Covid-19 pada 2021, ternyata juga tidak mengurangi polusi udara ataupun memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek.

”Juni bulan di mana PPKM sudah mulai diperketat dikarenakan meledaknya kasus Covid di Indonesia. Namun, tidak ada satu hari pun pada Juni yang mencapai kategori udara baik,” bebernya. Buruknya kualitas udara selama PPKM Darurat, menurut Piotr, bukan hanya karena kendaraan bermotor.

Beberapa faktor lain yang menyebabkan kualitas udara selama PPKM relatif buruk karena kegiatan yang bersifat antropogenik masih terjadi di masyarakat. “Cuaca yang minim intensitas hujan deras dan berangin kencang juga berpengaruh terhadap buruknya kualitas udara selama PPKM darurat,” jelasnya.

Sumber : JPNN

Tags: Polusi Udara, Bicara Udara, Air Pollution