Penelitian Ungkap Kualitas Udara di Area Hijau Tak Menjamin Udara Masih Bersih

Liputan6.com, Jakarta – Kualitas udara di area hijau yang banyak tumbuh pepohonan ternyata tidak selalu bersih atau bebas dari polusi udara. Hal tersebut diungkap berdasarkan penelitian yang dilakukan Nafas, startup penyedia aplikasi pengukur kualitas udara.

Nafas memasang sensor pengukur kualitas udara di tiga lokasi, yakni Bumi Serpong Damai (BSD), Cibinong dan Sentul City. Ketiga daerah di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang (Jabodetabek) tersebut merupakan area yang dikelilingi oleh daerah hijau.

Namun ternyata, indeks kualitas udara (AQI) di wilayah tersebut cukup tinggi di atas 100. Angka AQI di atas 100 menunjukkan kualitas udara relatif tidak sehat bagi kelompok usia tertentu.

Co-founder & Chief Growth Officer Nafas Piotr Jakubowski menyampaikan, hasil riset Nafas menunjukkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) selama pandemi Covid-19 pada 2021 ternyata juga tidak mengurangi polusi udara ataupun memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek.

”Juni bulan di mana PPKM sudah mulai diperketat dikarenakan meledaknya kasus Covid di Indonesia. Namun, tidak ada satu hari pun pada Juni yang mencapai kategori udara baik,” ujar Piotr, dalam Webinar bertajuk Nafas Air Quality Report 2021, Rabu (2/3/2022).

Faktor yang jadi penyebab buruknya kualitas udara

Buruknya kualitas udara selama PPKM Darurat, menurut Piotr, disebabkan kendaraan bermotor bukanlah satu-satunya sumber masalah dalam polusi udara.

Beberapa faktor lain yang menyebabkan kualitas udara selama PPKM relatif buruk antara karena kegiatan yang bersifat antropogenik masih terjadi di masyarakat.

“Cuaca yang minim intensitas hujan deras dan berangin kencang juga berpengaruh terhadap buruknya kualitas udara selama PPKM darurat,” pungkasnya.

Banyak mitos-mitos mengenai kualitas udara yang dipercaya publik

Bicara Udara, komunitas yang fokus pada edukasi mengenai pentingnya peningkatan kualitas udara sebagai salah satu hak hidup dasar masyarakat, mengatakan bahwa literasi dan edukasi mengenai polusi udara merupakan hal yang penting untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik.

“Kami sangat senang dengan riset yang dilakukan Nafas. Hasil riset ini menunjukkan bahwa masih banyak salah kaprah dari masyarakat terkait kualitas udara beserta mitos-mitos yang selama ini sering kita dengar,” ujar Community Manager Bicara Udara Novita Natalia.

Literasi tentang polusi udara masih sangat rendah

Novita menambahkan, banyak orang yang tinggal di wilayah Jabodetabek merasakan dampak langsung dari polusi udara tersebut. Kendati demikian, lanjutnya, literasi tentang polusi udara masih sangat rendah, padahal kualitas udara yang bersih mempengaruhi kualitas hidup manusia.

“Hal ini sekaligus jadi indikasi betapa pentingnya meningkatkan pengetahuan dan edukasi masyarakat agar upaya bersama untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik. Untuk itu, kami mengajak seluruh elemen masyarakat, komunitas, dan pemerintah, untuk dapat bersama-sama peduli terhadap dampak polusi udara bagi kita,” imbuhnya.