Polusi udara menjadi salah satu bahaya kesehatan terbesar bagi manusia di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, dalam beberapa tahun terakhir, topik mengenai kualitas udara mulai disuarakan oleh berbagai pihak menanggapi kondisi udara yang dirasa semakin tidak sehat dan tantangan pandemi Covid-19 yang juga menyerang organ pernapasan paru-paru.
Dalam rangka memperingati Hari Udara Bersih Internasional ke-2 pada 7 September, Bicara Udara sebagai komunitas yang fokus pada edukasi mengenai pentingnya peningkatan kualitas udara sebagai salah satu hak hidup dasar masyarakat, bekerjasama dengan Air Quality Life Index (AQLI) dari University of Chicago dan Nafas, aplikasi pemantau kualitas udara dengan sensor terbanyak di Indonesia, menggelar media briefing dan diskusi publik bertajuk “Clean Air Crisis, What Should We Do?“, di mana dalam acara tersebut AQLI juga meluncurkan laporan terbaru tahun 2021 tentang kondisi kualitas udara di Indonesia.
Acara ini dibuka oleh Amalia Ayuningtyas selaku Aktivis Bicara Udara, yang menyampaikan pandangan bahwa polusi udara adalah salah satu bahaya kesehatan terbesar di dunia bagi manusia. Menurutnya, harus disadari oleh seluruh elemen masyarakat bahwa udara adalah suatu hal yang penting, sehingga perlu dijaga kualitasnya.
“Isu mengenai polusi udara di Indonesia tidak se-mainstream isu yang lain. Ada berbagai banyak sumber informasi mengenai polusi udara susah dicerna oleh masyarakat awam. Sehingga, dibutuhkan platform edukasi yang konsisten menyampaikan materi mengenai kondisi udara dan merekam upaya bersama untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik,” ujarnya.
Kenneth Li, Direktur AQLI menambahkan, masyarakat dan pemerintah perlu menyadari pentingnya mengurangi polusi udara. Menurut Ken, tingginya angka polusi udara akan berdampak terhadap angka harapan hidup penduduk Indonesia. Menurut data terbaru dari AQLI, saat ini lebih dari 93 persen dari 262 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah dengan tingkat Particulate Matter (PM) 2.5 rata-rata tahunan yang melebihi ambang batas pedoman World Health Organization (WHO).
“Rata-rata orang Indonesia diperkirakan dapat kehilangan 2,5 tahun dari usia harapan hidupnya akibat polusi udara saat ini, karena kualitas udara tidak memenuhi ambang aman sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk konsentrasi partikel halus (PM2.5),” ujarnya.
Hadir pula dalam acara ini, Piotr Jakubowski, selaku Chief Growth Officer Nafas Indonesia, yang mengatakan bahwa polusi udara menyebabkan banyak masalah terkait dengan kesehatan, terutama yang berkaitan dengan saluran pernapasan dan paru-paru. Belum lagi, kata dia, saat ini dunia tengah dihadapkan dengan pandemi Covid-19 yang dapat memperburuk kesehatan pernapasan manusia.
“Data WHO menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang menghirup udara yang mengandung polutan tingkat tinggi. Untuk itu, kita perlu sadar akan bahaya polusi udara, karena udara yang kita hirup mengambil kehidupan bertahun-tahun dari masa depan kita,” pungkasnya.